Mencatat sebanyak yang aku ingat dari pelajaran yang aku dapat di kuliah tadi,
Marker yang biasa digunakan untuk mendiagnosis penyakit hepatitis B adalah ;
(HBsAg, anti-HBsAg, HBcAg, IgM atau IgG anti-HBcAg, HBeAg)
Pada fase awal / acute infeksi tubuh akan mendeteksi surface antigen virus yaitu HBsAg. Tubuh akan merespon dengan mensintesis anti-HBsAg. Anti-HBsAg bersifat menetralkan HBsAg, sehingga dapat saya gambarkan bahwa seiring dengan peningkatan anti-HBsAg maka HBsAg akan menurun (seperti timbangan keseimbangan) sampai terjadi suatu saat dimana HBsAg dan anti-HBsAg tidak terdeteksi (nol). Secara ekstrem dapat saya bayangkan bahwa apabila pada infeksi akut atau kronis, anti-HBsAg dapat tidak terdeteksi, karena habis digunakan untuk menetralisir HBsAg.
Virus kemudian akan masuk kedalam nukleus hepatosit dan akan melakukan berbagai macam aktivitasnya seperti replikasi, transkripsi, translasi, dll. DNA virus bergabung dengan DNA hepatosit, sehingga hepatosis terdeteksi sebagai antigen yaitu HBcAg. Tubuh merespon hal ini dengan mensintesis IgM anti-HBcAg (pada fase acute) dan IgG anti-HBcAg (pada fase kronis). Selain itu saat virus melakukan aktivitasnya, akan tercipta suatu protein-protein yang terdeteksi sebagai HBeAg.
Pada orang yang pernah menderita infeksi hepatitis B dan sekarang dia telah mengalami penyembuhan total maka HBsAg, HBeAg tidak akan terdeteksi, namun anti-HBsAg dan anti-HBeAg dapat terdeteksi positif karena sebagai suatu memori atau sisa dari sistem imun tubuh kita. Ketika seseorang terdeteksi HBsAg negatif, IgG anti-HBsAg positif, namun HBeAg positif, maka kemungkinan masih ada aktifitas virus di hepatosit yang masih terinfeksi.
Syahroni Y.A., 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar